Entah desa, entah kota, entah negara berkembang, entah negara maju, masih dengan mudah kita jumpai dengan mudah berita tentang bunuh diri. Bunuh diri yang dalam bahasa Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal istilah harakiri adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Yang sangat memprihatinkan pada masa sekarang ini adalah lebih meluasnya subyek yang melakukan bunuh diri, sekarang bunuh diri tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi bunuh diri sekarang terjadi juga pada anak-anak yang notabene pemikiranya belum dewasa dan belum mempunyai permasalahan yang kompleks seperti orang dewasa. Contohnya saja adalah seorang anak kelas 5 SD di Kabupaten Pati yang berumur 10 berani mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Putri ketiga dari lima bersaudara pasangan Ngadiman daan Sabini itu melakukan aksinya dengan menggunakan selendang milik ibunya. Kain itu digantungkan pada bagian kusen jendela kamar yang biasa digunakan tidur oleh ibunya serta kedua adiknya.
Selain itu bunuh diri juga dilakukan seorang kakek berumur 75 tahun yang berasal dari suatu kecamatan didaerah Banyumas yang akhirnya berhasil melakukan bunuh diri setelah 2 kali percobaan bunuh diri sebelumnya gagal. Korban berani mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dikarenakan penyakit asmanya tak kunjung sembuh.
Keputusan untuk melakukan bunuh diri pada seseorang selalu disebabkan oleh beberapa faktor yang melandasi mengapa seseorang tersebut akhirnya mengambil putusan dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu
egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).
Selain dari ilmu sosiolgis, faktor penyebab bunuh diri juga dapat dikarenakan masalah yang terjadi pada individu / orang tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah
Kehilangan status pekerjaan dan mata pencaharian.
Kehilangan sumber pendapatan secara mendadak karena migrasi, gagal panen, krisis moneter, kehilangan pekerjaan, bencana alam.
Kehilangan keyakinan diri dan harga diri.
Merasa bersalah, malu, tak berharga, tak berdaya, dan putus asa.
Mendengar suara-suara gaib dari Tuhan untuk bergabung menuju surga.
Mengikuti kegiatan sekte keagamaan tertentu.
Menunjukkan penurunan minat dalam hobi, seks dan kegiatan lain yang sebelumnya dia senangi.
Mempunyai riwayat usaha bunuh diri sebelumnya.
Sering mengeluh adanya rasa bosan, tak bertenaga, lemah, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Mengalami kehilangan anggota keluarga akibat kematian, tindak kekerasan, berpisah, putus hubungan.
Pengangguran dan tidak mampu mencari pekerjaan khususnya pada orang muda.
Menjadi korban kekerasan rumah tangga atau bentuk lainnya khususnya pada perempuan.
Mempunyai konflik yang berkepanjangan dengan diri sendiri, atau anggota keluarga.
Baru saja keluar dari RS khususnya mereka dengan gangguan jiwa (depresi, skizofrenia) atau penyakit terminal lainnya (seperti kanker, HIV/AIDS, TBC, dan cacat).
Tinggal sendirian di rumah dan menderita penyakit terminal tanpa adanya dukungan keluarga ataupun dukungan ekonomi.
Mendapat tekanan dari keluarga untuk mencari nafkah atau mencapai prestasi tinggi di sekolah.
Mendapat tekanan/bujukan dari organisasi/ kelompoknya.
Perlu kita ketahui bahwa perilaku seseorang untuk akhirnya melakukan buuh diri mempunyai gejala umum yang dapat dilihat :
Merasa sedih
Sering menangis
Kecemasan dan gelisah
Perubahan mood (senang berlebihan sampai sedih berlebihan)
Perokok dan peminum alkohol berat
Gangguan tidur yang menetap atau berulang
Mudah tersinggung, bingung
Menurunnya minat dalam kegiatan sehari-hari
Sulit mengambil keputusan
Perilaku menyakiti diri
Mengalami kesulitan hubungan dengan pasangan hidup atau anggota keluarga lain
Menjadi ”sangat fanatik terhadap agama” atau jadi ”atheis”
Membagikan uang atau barangnya dengan cara yang khusus
Melihat bahwa seseorang yang cenderung akan melakukan bunuh diri mempunyai gejala umum, hal ini akan sangat bermanfaat sebagai tambahan informasi bagi semua orang untuk mencegah terjadi bunuh diri apabila ada orang-orang terdekat yang terindikasi mempunyai gejala umum tersebut agar lebih diperhatikan supaya mereka tidak lagi berpikiran untuk melakukan bunuh diri.
Macam-Macam Bunuh Diri
Menurut Emile Durkheim (1858-1917) yang merupakan seorang sosiolog modern, membagi bunuh diri menjadi empat kategori sosial yaitu bunuh diri egoistik, altruistik, anomik dan fatalistik, yaitu :
-Bunuh diri egoistik terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya dalam suatu kelompok sosial. Misalnya orang yang hidup sendiri lebih rentan untuk bunuh diri daripada yang hidup di tengah keluarga, dan pasangan yang mempunyai anak merupakan proteksi yang kuat dibandingkan yang tidak memiliki anak. Masyarakat di pedesaan lebih mempunyai integritas sosial daripada di perkotaan.
- Bunuh diri altruistik terjadi pada orang-orang yang mempunyai integritas berlebihan terhadap kelompoknya, contohnya adalah tentara Jepang dalam peperangan dan pelaku bom bunuh diri.
- Bunuh diri anomik terjadi pada orang-orang yang tinggal di masyarakat yang tidak mempunyai aturan dan norma dalam kehidupan sosialnya.
- Bunuh diri fatalistik terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang terlalu ketat peraturannya.
Bunuh Diri Dalam Pandangan Agama Islam
Dalam hal pandangan agama Islam melihat perilaku bunuh diri sudah sangat jelas dan pasti bahwa agama Islam sangat melarang seseorang untuk melakukan bunuh diri karena hal ini sangat dibenci dan dilaknat oleh Allah SWT, dan bagi seseorang yang melakukan bunuh diri dipastikan bahwa ia tidak akan masuk surga. Dan untuk lebih mengetahui bagaimana Islam memandang bunuh diri tersebut, ada beberapa ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist-Hadist yang menerangkan bagaimana islam sangat melarang dan membenci seseorang yang melakukan bunuh diri.
Ayat Al-Qur'an tentang larangan bunuh diri
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (An-Nisa' : 29)
"Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al Qur'an)." (QS. Al-Kahfi ; 6)
Hadits 86. (Shahih Muslim) Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah saw., bersabda : “Siapa yang bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata itu akan ditusuk-tusukannya sendiri dengan tangannya ke perutnya di neraka untuk selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan racun, maka dia akan meminumnya pula sedikit demi sedikit nanti di neraka, untuk selama-lamanya; dan siapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka dia akan menjatuhkan dirinya pula nanti (berulang-ulang) ke neraka, untuk selama-lamanya.”
Hadits 88. (Shahih Muslim) Dari Tsabit bin Dhahhak ra, katanya Nabi saw., sabdanya : “Siapa yang bersumpah menurut cara suatu agama selain Islam, baik sumpahnya itu dusta maupun sengaja, maka orang itu akan mengalami sumpahnya sendiri. “Siapa yang bunuh diri dengan suatu cara, Allah akan menyiksanya di neraka jahanam dengan cara itu pula.”
Hadits 89. (Shahih Muslim) Dari Abu Hurairah ra, katanya : “Kami ikut perang bersama-sama Rasulullah saw., dalam perang Hunain. Rasulullah saw., berkata kepada seorang laki-laki yang mengaku Islam, “Orang ini penghuni neraka.” Ketika kami berperang, orang itu pun ikut berperang dengan gagah berani, sehingga dia terluka. Maka dilaporkan orang hal itu kepada Rasulullah saw., katanya “Orang yang tadi anda katakan penghuni neraka, ternyata dia berperang dengan gagah berani dan sekarang dia tewas.” Jawab Nabi saw., “Dia ke neraka.” Hampir saja sebahagian kaum muslimin menjadi ragu-ragu. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba diterima berita bahwa dia belum mati, tetapi luka parah. Apabila malam telah tiba, orang itu tidak sabar menahan sakit karena lukanya itu. Lalu dia bunuh diri. Peristiwa itu dilaporkan orang pula kepada Nabi saw. Nabi saw., bersabda, : “Kemudian beliau memerintahkan Bilal supaya menyiarkan kepada orang banyak, bahwa tidak akan dapat masuk surga melainkan orang muslim (orang yang tunduk patuh).
Hadits 90. (Shahih Muslim) Dari Syaiban ra., katanya dia mendengar Hasan ra, bercerita : “Masa dulu, ada seorang laki-laki keluar bisul. Ketika ia tidak dapat lagi menahan sakit, ditusuknya bisulnya itu dengan anak panah, menyebabkan darah banyak keluar sehingga ia meninggal. Lalu Tuhanmu berfirman : Aku haramkan baginya surga.” (Karena dia sengaja bunuh diri.) Kemudian Hasan menunjuk ke masjid sambil berkata, “Demi Allah! Jundab menyampaikan hadits itu kepadaku dari Rasulullah saw., di dalam masjid ini.”
Bunuh Diri Dalam Pandangan Psikologi
Secara garis besar bunuh diri dalam tinjauan psikologis dibahas dengan menggunakan pendekatan teori psikodinamik, teori kognitif-behavior dan teori gangguan mental, maksud dari masing-masing teori tersebut adalah
Psikodinamik memandang tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang individu adalah merupakan masalah depresi klasik, dalam hal ini, seseorang yang mempunyai agresifitas yang tinggi dalam menyerang dirinya sendiri (Meningger, dalam Meyer & Salmon, 1998). Konsep Freud tentang insting mati (death instinct), thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi pencetus bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori Psikodinamik menyatakan bahwa kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab individu tersebut melakukan bunuh diri (Meyer & Salmon, 1998).
Freud menyatakan jika depresi adalah kemarahan seseorang yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Secara spesifik, ego yang terdapat pada seseorang yang berada pada kondisi seperti hal tersebut, dihadirkan kepada orang yang telah meninggalkannya. Kemarahan akan menjadi lebih besar jika orang yang depresi berharap untuk menghapus kesan atau sosok dari orang yang meninggalkannya. Penghapusan atau penghilangan kesan atau gambar tersebut dilakukan kepada dirinya sendiri dengan jalan bunuh diri.
Teori ini menyatakan jika bunuh diri merujuk pada suatu manifestasi kemarahan kepada orang lain. Teori psikodinamik menyepakati atau menghendaki orang-orang yang bunuh diri jangan mengekspresikan kemarahannya ke dalam catatan atau surat, karena mereka tidak akan bisa mengekspresikan emosi tersebut dan mengembalikan perasaan tersebut kepada diri mereka.
Aliran-aliran psikodinamik terbaru yang muncul, masih terfokus pada kemarahan pada diri sendiri sebagai inti permasalahan atau penyebab terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri (Maltsberger, dalam Hoeksema, 2001).
Teori kognitif-behavior meyakini jika kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap memberikan kontribusi terhadap terjadinya perilaku bunuh diri. Konsistensi prediksi yang tinggi dari variabel kognitif terhadap bunuh diri adalah kehilangan harapan (hopelessness), perasaan jika masa depan sangatlah suram dan tidak ada jalan untuk menjadikan hal tersebut menjadi lebih baik atau positif (Beck, dkk., dalam Hoeksema, 2001). Adanya pemikiran yang bercabang (dichotomous thinking), kekakuan dan ketidak luwesan dalam berpikir menjadi penyebab seseorang bunuh diri. Kekakuan dan ketidak luwesan tersebut menjadikan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan oleh orang tersebut menghilang.
Karakteristik perilaku yang menunjukkan atau yang menjadi penyebab seseorang melakukan bunuh diri adalah impulsifitas. Perilaku ini (impulsif), akan semakin berisiko jika terkombinasikan dengan gangguan psikologis yang lain, seperti depresi atau tinggal di lingkungan dengan potensi untuk menghasilkan stres yang tinggi (Hoeksema, 2001).
Hampir 90 % individu yang yang melakukan bunuh diri dan usaha bunuh diri mempunyai kemungkinan mengalami gangguan mental (Jamison., NIMH., dalam Hoeksema, 2001., Wikipedia____). Gangguan mental yang paling sering dialami oleh orang yang melakukan bunuh diri adalah depresi (Wulsin, Valliant & Wells, dalam Hoeksema, 2001). Paling kurang, 15 % individu dengan depresi, sukses melakukan bunuh diri (Mental Health.Net). Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi, dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh diri (Keliat, 1994). Sering kali diagnosis psikiatri baru muncul setelah seorang individu melakukan bunuh diri. Analisis tingkah laku, suasana hati, dan pikiran individu yang melakukan bunuh diri didasarkan atas laporan dari keluarga dan teman-teman inidividu tersebut serta tulisan atau catatan-catatan individual. Dari data yang ada, 40 individu yang melakukan percobaan bunuh diri, 53 persen diantaranya didiagnosa mengalami gangguan depresi (Petronis., dkk, dalam Hoeksema, 2001).
Angka Bunuh Diri Di Indonesia
Dari catatan Divisi Humas Polda Metro Jaya dari tahun ke tahun kasus bunuh diri di wilayah Polda Metro Jaya terus meningkat. Misalnya, pada tahun 2009 kejadian bunuh diri mencapai 165 kasus. Sementara 2010, angka bunuh diri meningkat jadi 176 kasus. Bila melihat data-data yang ada, hampir 2 hari sekali terjadi kasus bunuh diri. "Modus bunuh diri yang dilakukan dengan berbagai cara," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharrudin saat dikonfirmasi.
Rata-rata angka bunuh diri di Indonesia dilaporkan mencapai 1,6-1,8 per 100 ribu penduduk. Angka tersebut berdasarkan perkiraan lembaga kesehatan dunia, WHO pada 2001. Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes Irmansyah, Jumat (14/1) di Jakarta, memaparkan, jika laporan tersebut valid, artinya di Jakarta saja, paling tidak terdapat rata-rata insididen bunuh diri sebanyak 160 kasus per tahun atau sekitar 10 kejadian bunuh diri per bulan. Rata-rata bunuh diri di Indonesia memang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kejadian bunuh diri di dunia yang mencapai 10 per 100 ribu penduduk. Namun Irmanyah yakin bahwa kejadian bunuh diri di Indonesia pada saat ini pasti juah lebih banyak lagi. ”Hampir tiap hari di media massa kita melihat kasus bunuh diri diberitakan,” katanya sembari menunjukan indikator peningkatan rata-rata kejadian bunuh dir
Lebih jauh dirinya menyatakan, disejumlah wilayah seperti kawasan Gunung Kidul, Jawa Tengah, perlu diwaspadai lantaran tingkat bunuh dirinya paling tinggi di Indonesia. Rata-rata bunuh diri (suicide rate) di wilayah tersebut mencapai 4,48 per 100 ribu penduduk. Dengan populasi penduduk sekitar 720.465 (2006), rata-rata terdapat 32,4 kejadian bunuh diri per tahun di Gunung Kidul.
Upaya Pencegahan Bunuh Diri
Usaha atau upaya untuk mengurangi tingkat bunuh diri yang paling efektif adalah dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah yang sangat memahami dan dekat dengan orang yang cenderung akan melaukan bunuh diri.Keluarga merupakan pusat dari semua kegiatan dalam kehidupan individu. Konflik interpersonal, hubungan yang terganggu dan kehidupan yang tidak harmonis merupakan faktor pencetus yang penting dalam tindakan bunuh diri. Keluarga perlu memberi dukungan dan melakukan upaya untuk mencegah bunuh diri. Anggota keluarga dapat melakukan upaya yang efektif dengan berbagai cara, antara lain:
Mengidentifikasi tanda-tanda dari stres dan kecenderungan bunuh diri. Karena ekspresinya sangat unik untuk setiap budaya, maka keluarga harus mengenali kecenderungan tersebut.
Membina hubungan yang erat dengan pelaku, penuh perhatian, mendengarkan, menghargai perasaan serta memahami emosinya.
Tunjukkan bahwa keluarga ingin menolongnya.
Lebih baik membangun potensi kekuatan pelaku dari pada terpaku pada kelemahannya.
Jangan tinggalkan seorang diri anggota keluarga yang mempunyai keinginan bunuh diri.
Menjauhkan pelaku dari benda yang membahayakan dirinya seperti: obat-obatan, racun, benda tajam, tali dan lain-lain.
Secara bertahap bangkitkan kembali keinginan untuk hidup (untuk beberapa situasi dapat terjadi dengan cepat).
Ajari dan praktekkan metode penyelesaian masalah dan timbulkan rasa optimis.
Mencoba untuk meminimalkan konflik di rumah dan mengembangkan latihan pemecahan masalah bersama dengan anggota keluarga yang lain.
Mendorong anggota keluarga tersebut untuk mencari pertolongan profesional, rumah sakit atau LSM (lihat lampiran) yang tepat. Mereka yang mempunyai masalah kesehatan jiwa tidak mau dilabel dengan ”gangguan jiwa”. Oleh karena itu persuasi merupakan faktor kunci untuk membawanya ke dokter. Konsultasi dengan dokter tidak cukup hanya satu kali. Untuk mendapatkan perubahan yang bermakna diperlukan konsultasi yang teratur dan perlu mengikuti saran yang diberikan oleh dokter.
Membantu anggota keluarga tersebut untuk mengatasi krisis dengan berbagai cara yang realistik dan cocok dengan yang bersangkutan.
Tetap mengobservasi dan mewaspadai tindakan, reaksi dan perilakunya.
Perhatian khusus diberikan pada usia lanjut, penyakit terminal, gangguan jiwa (depresi, alkoholisme, tindak kekerasan dan lain-lain) dan penderita cacat.
Identifikasi lembaga atau tokoh dalam masyarakat untuk membantu kasus spesifik (misalnya sekolah, lembaga tenaga kerja, lembaga sosial, institusi kesehatan, tokoh agama dan sesepuh atau tokoh masyarakat).
Dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang, pengertian dan dukungan (selain dari memberi pengobatan yang diperlukan secara teratur), dapat mencegah terjadinya tindakan bunuh diri.
Sumber :